Membahas Berbagai Masalah Agama, Tasawuf, Usuluddin, Fikih dan Lainnya.

Selasa, 27 Februari 2018

Biografi Singkat Emha Ainun Nadjib

Biografi singkat Emha Ainun Nadjib (Caknun) - Cak Nun lahir di Djombang, Jawa Timur, 27 Mei 1953.Dia anak keempat dari 15 bersaudara. Ayahnya, Almarhum MA Lathif, adalah seorang petani. Dia mengenyam pendidikan SD di Jombang (1965) dan SMP Muhammadiyah di Yogyakarta (1968). Sempat masuk Pondok Modern Gontor Ponorogo tapi kemudian dikeluarkan karena melakukan demo melawan pemerintah pada pertengahan tahun ketiga studinya. Kemudian pindah ke SMA Muhammadiyah I, Yogyakarta sampai tamat. Lalu sempat melanjut ke Fakultas Ekonomi UGM, tapi tidak tamat.


Istrinya yang sekarang, Novia Kolopaking, dikenal sebagai seniman film, panggung, serta penyanyi.
Lima tahun (1970-1975) hidup menggelandang di Malioboro, Yogya, ketika belajar sastra dari guru yang dikaguminya, Umbu Landu Paranggi, seorang sufi yang hidupnya misterius dan sangat memengaruhi perjalanan Emha berikutnya.

Emha Ainun Nadjib adalah seorang budayawan dan seniman. Meski beliau sering berdakwah dan menyebarkan nilai-nilai Islam, Cak Nun tidak bersedia dipanggil ustadz, apalagi Kyai. Beliau lebih suka disapa dengan sebuatn Cak atau Mbah saja. Selain seorang budayawan, Cak Nun adalah seorang intelektual muslim dari Jombang Jawa Timur. Beliau sering dan selalu menyebarkan Islam dengan nilai-nilaia perdamaian. Di luar negeri pun, Cak Nun selalu membawa Islam dengan mencorakkan bahwa Islam itu damai.

Perjalanan Cak Nun dalam khazanah budaya keislaman ini cukup panjang. Pendidikan Islam Cak Nun juga bisa dikatakan sangat panjang dan beragam. Selain menekuni dunia seni, terutama seni musik, Cak Nun juga adalah seorang penulis yang aktif dan juga senang teater. Tulisan-tulisan beliau lebih banyak berupa kritik sosial terhadap berbagai masalah sosial dan kehidupan yang sedang terjadi. Cak Nun juga sangat aktif dalam menulis puisi, banyak sekali karya puisi yang sudah beliau tulis.

Dalam berbagai kesempatan pentas, beliau selalu ditemani oleh grup musik Kyai Kanjeng. Gaya berdakawah Cak Nun lebih seperti diskusi bareng dalam membedah berbagai masalah yang sedang dihadapi umumnya orang banyak. Cak Nun menjadi narasumber dari pengajian aktif yang disebut dengan komunitas Padang Mbulan di berbagai daerah pelosok dan desa-desa. Musik Kyai Kanjeng yang selalu menemani Cak Nun juga merupakan perpaduan dari berbagai jenis aliran musik, kadan bermain secara tradisional, kadang musik pop, kadang juga bermusik dengan gaya Islami.

Karirnya diawali sebagai Pengasuh Ruang Sastra di harian Masa Kini, Yogyakarta (1970). Kemudian menjadi Wartawan/Redaktur di harian Masa Kini, Yogyakarta (1973-1976), sebelum menjadi pemimpin Teater Dinasti (Yogyakarta), dan grup musik Kyai Kanjeng hingga kini. Penulis puisi dan kolumnis di beberapa media.

Ia juga mengikuti berbagai festival dan lokakarya puisi dan teater. Di antaranya mengikuti lokakarya teater di Filipina (1980), International Writing Program di Universitas Iowa, AS (1984), Festival Penyair Internasional di Rotterdam, Belanda (1984) dan Festival Horizonte III di Berlin Barat, Jerman (1985).

Karya Seni Teater Cak Nun


Cak Nun memacu kehidupan multi-kesenian di Yogya bersama Halimd HD, networker kesenian melalui Sanggarbambu, aktif di Teater Dinasti dan mengasilkan beberapa reportoar serta pementasan drama. Di antaranya: Geger Wong Ngoyak Macan (1989, tentang pemerintahan ‘Raja’ Soeharto); Patung Kekasih (1989, tentang pengkultusan); Keajaiban Lik Par (1980, tentang eksploitasi rakyat oleh berbagai institusi modern); Mas Dukun (1982, tentang gagalnya lembaga kepemimpinan modern).

Selain itu, bersama Teater Salahudin mementaskan Santri-Santri Khidhir (1990, di lapangan Gontor dengan seluruh santri menjadi pemain, serta 35.000 penonton di alun-alun madiun). Lautan Jilbab (1990, dipentaskan secara massal di Yogya, Surabaya dan Makassar); dan Kiai Sableng dan Baginda Faruq (1993).

Juga mementaskan Perahu Retak (1992, tentang Indonesia Orba yang digambarkan melalui situasi konflik pra-kerajaan Mataram, sebagai buku diterbitkan oleh Garda Pustaka), di samping Sidang Para Setan, Pak Kanjeng, Duta Dari Masa Depan.

Dia juga termasuk kreatif dalam menulis puisi. Terbukti, dia telah menerbitkan 16 buku puisi: “M” Frustasi (1976); Sajak-Sajak Sepanjang Jalan (1978); Sajak-Sajak Cinta (1978); Nyanyian Gelandangan (1982); 99 Untuk Tuhanku (1983); Suluk Pesisiran (1989); Lautan Jilbab (1989); Seribu Masjid Satu Jumlahnya ( 1990); Cahaya Maha Cahaya (1991); Sesobek Buku Harian Indonesia (1993); Abacadabra (1994); dan Syair Amaul Husna (1994)

Selain itu, juga telah menerbitkan 30-an buku esai, di antaranya: Dari Pojok Sejarah (1985); Sastra Yang Membebaskan (1985); Secangkir Kopi Jon Pakir (1990); Markesot Bertutur (1993); Markesot Bertutur Lagi (1994); Opini Plesetan (1996); Gerakan Punakawan (1994); Surat Kepada Kanjeng Nabi (1996); Indonesia Bagian Penting dari Desa Saya (1994); Slilit Sang Kiai (1991); Sudrun Gugat (1994); Anggukan Ritmis Kaki Pak Kiai (1995); Bola- Bola Kultural (1996); Budaya Tanding (1995); Titik Nadir Demokrasi (1995); Tuhanpun Berpuasa (1996); Demokrasi Tolol Versi Saridin (1997); Kita Pilih Barokah atau Azab Allah (1997);

Iblis Nusantara Dajjal Dunia (1997); 2,5 Jam Bersama Soeharto (1998); Mati Ketawa Cara Refotnasi (1998); Kiai Kocar Kacir (1998); Ziarah Pemilu, Ziarah Politik, Ziarah Kebangsaan (1998); Keranjang Sampah (1998); Ikrar Husnul Khatimah (1999); Jogja Indonesia Pulang Pergi (2000); Ibu Tamparlah Mulut Anakmu (2000); Menelusuri Titik Keimanan (2001); Hikmah Puasa 1 & 2 (2001); Segitiga Cinta (2001); “Kitab Ketentraman” (2001); “Trilogi Kumpulan Puisi” (2001); “Tahajjud Cinta” (2003); “Ensiklopedia Pemikiran Cak Nun” (2003); Folklore Madura (2005); Puasa ya Puasa (2005); Kerajaan Indonesia (2006, kumpulan wawancara); Kafir Liberal (2006); dan, Jalan Sunyi EMHA (Ian L. Betts, Juni 2006).

Nah demikian lah Biografi Singkat Emha Ainun Nadjib alias caknun. mudah-mudahan bisa menjadi motivasi kita di dalam menjalani kehidupan sehingga tidak cepat puas terhadap ilmu yang kita dapatkan sekarang.

Tidak ada komentar: