BAB 10 JIWA DARI AMAL ADALAH IKHLAS
“Amal perbuatan itu bagaikan
patung yang tegak, dan ruh (jiwa) nya amal adalah terdapatnya rahasia ikhlas (ketulusan)
dalam amal perbuatan itu”.
Amal perbuatan mansia itu bagaikan
patung (arca) yang berdiri tegak, artinya tidak memberikan manfaat apa-apa. Lalu,
ia bisa hidup bila diisi oleh ruh (jiwa) dari amal tersebut yaitu sifat ikhlas.
Jadi bila bila kita beramal dengan rasa ikhlas berarti amal itu hidup, maksudnya
bisa meningkatkan dan mengembangkan imannya, bisa menjadikan orang yang beramal
itu semakin dekat di sisi Allah dan juga bisa diterima oleh Allah. Sebaliknya bila
beramal tanpa keikhlasan, maka amal tersebut tidak bisa meningkatkan keimanan
dan tidak bisa mendekatkan diri kepada Allah. Naik turunnya keimanan seseorang
itu ada tandanya, seperti yang diisyaratkan dalam hadits Nabi saw, yang
artinya: “ barang siapa yang merasa gembira saat berbuat kebajikan dan
bersusah hati dalam berbuat keburukan, maka ia adalah orang mu’min.
Juga sabda Rasulullah saw, yang
artinya: “sebagian tanda bagusnya Islam seseorang adalah ditinggalkannya
sesuatu yang tidak bermanfaat”.
Keihlasan merupakan pokok dari amal
perbuatan yang kita lakukan, kita perlu melatihnya dari hal yang kecil agar
ikhlas itu benar-benar menjadi landasan setiap kali kita beramal. Ikhlas merupakan
sesuatu yang tidak bisa dilihat dari mata dhahir, dikarenakan ia adalah
perbuatan bathin, yang harus terus menerus di perbaharui agar tidak menjadi
lemah.
BAB 11 SESUATU YANG DITANAM LEBIH DAHULU AKAN MENGHASILKAN
BUAH YANG SEMPURNA
“Tanamlah dirimu pada tanah
yang sunyi, sebab sesuatu yang tumbuh dari sesuatu yang tidak ditanam, maka
tidak akan sempurna hasil (buah) nya”.
Jika dirimu
menginginkan kemudahan menananmkan rasa ikhlas dalam beramal, maka dirimu harus
menanamkan sifat wujud pada tanah humul (tanah kosong), karena tumbuhnya
segala sesuatu yang tidak pernah ditanam pada tanah tidak akan bisa sempurna
hidupnya, artinya sebagian perkara yang bisa memudahkan perbutan ikhlas dalam
amalnya yaitu menempatkan dirinya pada tempat yang tidak menjadikan dirinya
terkenal.
Dalam sebuah
hadits dari sahabat Mu’adz bin Jabal, Rasulullah saw bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya sedikitnya
riya’ itu sudah termasuk syirik. Dan siapa yang memusuhi seorang waliyullah,
berarti telah melawan dengan memerangi Allah. Dan sesungguhnya Allah menyukai
orang yang taqwa, yang tersembunyi (tidak terkenal), yang bila tidak ada tidak dicari, dan bila hadir tidak dipanggil
dan tidak dikenal. Hati mereka sebagai hidayah, mereka terhindar dari segala
kegelapan kesukaran”.
BAB 12 UZLAH (MENYEPI) AKAN MEMBAWA
KE MEDAN TAFAKKUR
“Tiada suatu yang bermanfaat bagi hati (jiwa) sebagaiman ‘uzlah,
yang akan memasukkan pada medan berfikir”.
‘Uzlah yaitu
menyendiri dari pergaulan mastyarakat. Tafakkur yaitu memikirkan segala ciptaan
Allah yang sangat mengagumkan, memikirkan bagaimana keadaan alam baezah dan
alam akhirat, dalam tubuh ada akal, dalam ruh ada khaathir (keinginan). Bagaimana dan kapan kita
menghadapi malaikat ‘Izrail, bagaimana keadaan orang yang mati di alam barzah
bagaimana keadaan dunia ini yang begitu cepat berubah dan seterusnya.
Pada akhirnya, berpikir pada saat ‘uzlah
(menyendiri) tersebut bisa menimbulkan perubahan yang mengarah pada pembersihan hati dari akhlak
yang tercela (jelek) dan menjadi penyakit dalam hati dan kemudian berupaya
untuk menghiasi hati dengan akhlak yang terpuji. Jadi bila dalam ‘uzlah itu
tidak menggunakan pemikiran yang menimbulkan akhlak terpuji, maka ‘uzlah
tersebut tiada gunanya.
Dalam bab ‘uzlah dan mukhalathah (bergaul
dengan masyarakat) ini memerlukan pertimbangan yang luas dan rumit. Sebab, keduanya
itu mengandung faedah yang tidak sedikit
dan juga mengandung penyakit yang tidak sedikit pula.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar