Membahas Berbagai Masalah Agama, Tasawuf, Usuluddin, Fikih dan Lainnya.

Rabu, 29 Juni 2016

TASHAWUF: KAJIAN KITAB AL HIKAM BAB 51, 52, 53, 54 SYAIKH AHMAD IBNU ‘ATHAAILLAH AS SAKANDARY

BAB 51 JANGAN MEMBESAR-BESARKAN DOSA

“Jangan sampai terasa bagimu kebesaran suatu dosa itu, hingga dapat menghalangimu dari husnudz hdzhon (baik sangka) terhadap Allah, sebab barang siapa yang benar-benar mengenal Allah, maka akan menganggap kecil dosanya dibanding dengan kemurahan Allah”.

Jika engkau melakukan dosa, jangan pernah menganggap dosa tersebut sangat besar hingga menghalangimu berbaik sangka terhadap Allah. Karena meninggalkan berbaik sangka pada Allah adalah sebagian dari dosa besar.

Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw bersabda: “Ada dua perbuatan baik yang selainnya tidak ada yang mengunggulinya, yaitu berbaik sangka kepada llah dan berbai sangka kepada hamba Allah. Dan dua hal yang tidak ada yang melebihi keburukannya yaitu berburuk sangka kepada Allah dan berburuk sangka kepada hamba Allah”.

 Sebagian ulama berkata: ada lima hal yang berhubungan dengan dosa, yang lima hal tersebut lebih besar daripada dosanya, yaitu:
·           Menganggap besar dosanya sehingga berburuk sangka pada Allah bahwa dosanya todak mungkin terampuni.
·           Meremehkan (menganggap kecil) dosa.
·           Senantiasa mengulangi perbuatan dosa.
·           Melihat perbuatan dosa tapi tidak mau mencegahnya.
·           Berani (tidak merasa malu) untuk berbuat dosa.

Sebaliknya, menganggap besar suatu dosa yang tidak mengahalangi berbaik sangka kepada Allah tidaklah dilarang, bahkan itulah yang di anjurkan, karena menganggap besarnya dosa itu menyebabkan penyesalan dan keperihatinan.

BAB 52 NILAI DOSA DI SISI ALLAH SWT

“Tidak ada dosa kecil jika Allah menghadapi engkau dengan keadilan Nya, dan tidak ada dosa besar jika Allah menghadapimu dengan karunia Nya”.

Jika engkau melakukan suatu dosa, maka pandanglah sifat adil dan pemurah Allah. Jangan engkau memandang dosamu dan mencela dirimu, baik itu dosa besar maupun kecil, karena kita tidak mengerti dengan sifat apa Allah menimpakan dosa pada kita, apakah sifat adil ataukah pemurah Allah.

Jika memandang sifat adil Allah, semua dosa kita adalah dosa besar, tidak ada dosa kecil. Dan jika memandang sifat  pemurah Allah semua dosa kecil.

Yang dinamakan adil yaitu apa yang menjadi hak orang yang memiliki tanpa ada yang bisa menentang. Berjalannya dunia ini dikuasai oleh Allah tanpa ada yang bisa menentang. Karena segala sesuatu itu dari Allah dan akan kembali kepada Allah. Sedangkan fadhal yaitu menghadapi dengan memberikan apa yang menyenangkannya tidak karena suatu sebab.

BAB 53 AMAL YANG BISA DITERIMA OLEH ALLAH SWT

“Tiada suatu amal kebaikan yang bisa diharapkan diterima oleh Allah, melebihi dari amal yang ghaib (samar) dalam pandangannnyadan terhina (remeh) dalam pandanganmu kejadiannya”.

Suatu amal tidak bisa engkau harapkan akan diterima oleh Allah swt. Kecuali bila dalam beramal engkau tidak memandang amal tersebut dikarenakan memandang Dzat yang menggerakkanmu melakukan amal tersebut (yaitu Allah) dan engkau menganggap remeh amal tersebut sebab kurangnya tata krama kepada Sang pemilik alam semesta.

Singkatnya engkau merasa sembrono dalam beramal dan memandang bahwa amal perbuatanmu tersebut adalah anugerah dari Allah.

BAB 54 TUJUAN ALLAH MEMBERIKAN WARID

“Sesungguhnya Tuhan memberikan kepadamu suatu pemberian (warid), hanya semata-mata supaya engkau mendekat kepada sang pemberi warid (yaitu Allah)”.

Yang dimaksud warid yaitu sesuatu yang turun dalam hati den bisa mendorong seseorang untuk meninggalkan apa yang menjadi kebiasaan, juga bisa membuat orang tersebut mengetahui hal-hal yang berhubungan dengan ke Tuhanan Allah swt.

Tujuan Allah menurunkan warid ialah agar orang tersebut kembali menghadap pada penciptanya, jadi sebab warid tersebut orang lalu menghadap pada Allah.

“Allah memberikan kepadamu warid itu semata-mata untuk menyelamatkanmu dari cengkeraman aghyar (sesuatu selain Allah), dan membebaskan dari perbudakan atsar (makhluk Allah)”.

Jika Allah menurunkan warid kepadamu, tujuannya adalah untuk menyelamatkanmu dari cengkeraman dunia serta membuatmu terbebas dari perbudakan ciptaan Allah, sehingga dirimu tidak bergantung dan mengandalkan pada segala sesuatu selain Allah.

Bisa dikatakan bahwa setiap orang adalah budak dunia, mereka kesana kemari untuk menuruti dan mengejar keinginan hawa nafsu serta segala sesuatu yang dianggap bisa menyenangkan atau membahagiakan hatinya dalam hidup di dunia ini. Sungguh beruntung sekali orang yang mendapatkan warid dari Allah.

“Allah memberikan kepadamu warid supaya engkau keluar dari kurungan bentuk (wujud) m, ke alam luar yang berupa syuhud (memandang kebesaran Tuhan)”.

Allah memberikan warid kepadamu tujuannya adalah untuk mengentaskan dirimu dari wujudmu – yang diumpamakan seperti penjara (kurungan) – menuju syuhud (pandangan tentang kebesarang Allah) yang sangat luas.

Jika manusia belum dibukakan mata hatinya sehingga bisa memandang segala sesuatu yang samar (ghaib) yang sangat luas, ia sama dengan di penjara dan selalu dikepung di kanan dan kirinya. Tpi jika sudah dibukakan mata hatinya sampai mengetahui segala sesuatu yang ghaib (samar), manusia dapat memahami bermacam-macam hakikat adanya dunia dan akhirat.

Tidak ada komentar: