Membahas Berbagai Masalah Agama, Tasawuf, Usuluddin, Fikih dan Lainnya.

Rabu, 01 Juni 2016

TERJEMAH DAN KAJIAN KITAB AL HIKAM BAB 13, 14, 15 SYAIKH AHMAD IBNU ‘ATHAAILLAH AS SAKANDARY



BAB 13  DUA HAL YANG BERLAWANAN TAK MNGKIN BERKUMPUL JADI SATU

“Bagaimana mungkin dapat menjadi tenang hati orang yang dalam cermin (hatinya) terukir gambar akwan (selain Allah. Atau bagaiman hati tersebut pergi menuju sisi Allah sedang ia terbelenggu oleh syahwatnya. Atau bagaimana mungkin hati akan bisa masuk ke hadirat Allah sedang ia belum suci dari segala kelalaian yang diumpamakan janabat(orang yang berhadats besar). Atau bagaimana ia mengharap akan mengerti rahasia yang halus (dalam) padahal ia belum bertaubat dari segala kekeliruannya”.

Berkumpulnya dua hal yang berlawanan pada satu tempat dan masa adalah sesuatu yang tidak mungkin (mustahil), sebagaimana mustahilnya terang dan gelap. Begitu pula tidaklah mungkin cahaya iman akan berkumpul dengan gelapnya hati, dikarenakan ia masih selalu berharap kepada sesuatu selain Allah. Demikian pula kita bisa berjalan menuju ridha Allah bila kita masih terbelenggu oleh hawa nafsu.

Kebaikan dan keburukan tidak akan pernah bersatu bagaikan minyak dengan air, meskipun keduanya berkumpul dalam satu wadah tapi taka akan pernah bersatu. Orang dianggap sebagai orang baik, tatkala ia melakukan kebaikan dan terus menerus didalam kebaikan itu, bukan hanya melakukan kebaikan satu kali saja kemudian kembali kepada keburukan. Begitu pula orang dianggap buruk karena orang tersebut melakukan dan membiasakan keburukan itu didalam kehidupannya. Maka keistiqamahan dalam proses “menjadi” lah yang menjadi kunci dalam melakukan segala hal, bukan sekadar hasil dari apa yang dilakukan.


BAB 14 PENERANG ALAM SEMESTA ADALAH ALLAH

“Alam semesta ini seluruhnya adalah berupa kegelapan, dan sesungguhnya yang meneranginya tampaknya haq di dalamnya.”.

Alam semesta (langit, bumi, beserta isinya) ini pada hakikatnya berada dalam keadaan gelap gulita, kemudian bisa menjadi terang hingga bisa terlihat adalah dikarenakan tampaknya nur (cahaya) Allah, Tuhan yang haq yang tetap abadi sifat kesempurnaan Nya pada alam semesta ini. Dalam surat an nur ayat 35, Allah berfirman yang artinya:

 “Allah (pemberi) cahaya kepada langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada pelita besar. Pelita itu didalam kaca dan kaca itu bagaikan bintang-bintang yang besinar seperti mutiara, yang dinyalakan denngan minyak dari pohon yang banyak berkanya, yaitu pohon Zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah baratnya, yang minyaknya saja  hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api Cahaya diatas cahaya (berlapis) , Allah membimbing kepada cahaya Nya siapa yang Ia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan kepada manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu ”. 

BAB 15 MELIHAT ALLAH DALAM MEMANDANG ALAM SEMESTA

Barang siapa yang melihat alam dan tidak melihat Allah di dalamnya, atau padanya, atau sebelumnya, atau sesudahnya, maka ia telah bear-benar disilaukan oleh adanya nur (cahaya) datertutup baginya surya (cahaya) ma’rifat dikarenakan awan (mendung) benda-benda alam ini”.

Dikarenakan terangya (berjalannya) langit bumi serta segala isinya adalah sebab nur Allah, maka barang siapa yang melihat apa yang ada di alam semsta ini tapi tidak melihat Allah didalamnya, atau padanya, atau sebelunya, atau sesudahnya. Maka jelaslah bahwa orang tersebut telah jauh dari nur Allah dan macam-macam ma’rifat kepada Allah sebab hatinya telah dihalangi oleh apa yang dilihatnya di ala mini, baik berupa harta, kekayaan, pangkat, maupun kedudukan.

Sebaliknya barang siapa yang melihat Allah pada apa yang dilihatnya, atau padanya, atau sebelumnya, atau sesudahnya. Itulah orang yang sempurna dan mendapat nur Allah yang melahirkan berbagai macam pengetahuan yang samar walaupun berbeda antara satu dengan yang lainnya, artinya memandang Allah dalam apa yang dilihatnya, memandang bahwa yang mengatur dan menjaankan alam semesta ini adalah Allah.

Syuhud (memandang) bahwa Allahlah Dzat yang maha kuasa memberi manfaat pada apa yang dilihatnya, jadi kita selalu ada bayangan yang menimbulkan muraqabah, maksudnya mengawasi perbuatan Allah dengan bersyukur kepada Allah SWT atas anugra h yang telah diberikan dan menjalankan apa yang menjadi kewajibannya. Jika muraqabah ini telah mapan dan matang, hilang kesenangan hawa nafsunya, karena selalu sibuk memikirkan Allah dan tidak ada kesempatan memikirkan dirinya sendiri dan sibuk menjalankan hak-hak Allah sehingga tak sempat mengingat apa yang jadi kepentingan nafsunya.

Dalam hadits Qudsi, Rasulullah bersabda: “ Allah berfirman: “Wahai hamba Ku, Aku menurut apa yang jadi prasangkamu kepada Ku dan Aku bersamamu ketika engkau selalu ingat kepada Ku””.

Tidak ada komentar: